Jumat, 17 September 2010

BERKAWAN BANTAL DAN SELIMUT



Selatan, berkabur menjadi utara. Mata kantuk dan hanya berlinang air mata. Tak sengaja atau memang tidak disengaja, mata tertarik kedalam nangungan yang memang seharusnya. hidup hanya sekedar menjalankan yang memang seharusnya dijalankan. Garis guratan itu sudah tertulis dijidat masing2 sang bintang. Mata menyorot tajam pada satu sudut yang sedikt agak berbau pesing. Hanya mengigau, tapi mereka tahu pasti, bahwa mereka hidup dalam kenyataan. Mereka yang menari, tak repot2 mencari makan esok hari, makanan tersedia, hingga mereka tak tahu tanda2 lapar atau kelaparan, mereka hanya tahu kata orang tua, setelah makan memang kenyang.
Bergetar rasanya, ketika mendengar kata orang, bahwa cinta mesti berkorban, atau memang dadaku harus bergetar, setiap ku sebut namamu. Getaran yang memang harus terasa hingga ubun2 malu mendengar getaran itu. Apa kabar kawan, saat kujenguk, kau terbaring lemah berkawan bantal dan berdinding selimut. Aku tahu itu air mata, walau kutak tahu harus memelas seperti apa, Ilahi tak sudi melihat imanku yang hanya kugadai dengan semacam dunia, atau beberapa kali kuselingkuh dengan dunia.
Angin dari sang fajar benar2 memperhatikan setiap langkah burung, bercicit suit seantero nusantara. Ada yang menangis, dengan alunan tangis yang sedikit mendayu-dayu. ini hanya sementara, dan kutahu pasti, sementara tidaklah lama, dan kadang memang terasa berat. Mata kanan berubah bentuk menjadi sedikit agak menyipit. Dengan kaki terselonjor lurus, dan mereka meregang beberapa kali, bersama beberapa kerbau. Kerbau yang beberapa kali pula menjadi teman para petani. Dan sekarang, sanca2 itu berkelahi dengan para petani.
Kertas-kertas itu masih murni dan kosong, takut sekali ku melihat, menggigil terasa seluruh otot dan pikiranku. Bertapa bertahun-tahun, hanya menimbulkan kepercayaan bahwa harimau itu baik, dan tak berpikir harimau itu jahat. Apa kata yang tepat, untuk protes terhadap waktu. Tak ada, dan waktu hanya diam, tak berpikir bahwa malam akan berganti dengan pagi. Walau hari2 yang kujalani kan terasa sunyi, dan walau hampa pasti ku hadapi, selalu terucap, selamat jalan, dan semoga selamat sampai tujuan. Selamat tinggal, tidurlah yang lelap, dan mimpilah yang indah. Sampai detik tak terasa, gelas2 itu hanya tersisa satu. Dan tetap sepi dengan air2. Air murni yang dalam gelap semua kejahatan terjadi.
Gubuk ini tetap berdiri, pelukan fajar abadi yang kan selalu ku lewati hanya dengan sebuah senyum yang kemudian kulanjutkan dengan berbaring damai bersama para bantal dan pengaman selimut. Bermimpi sampai seribu mil lebih, dengan lagu alam yang membahana...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar